Padang, Tugu.Masyarakat kota Padang mulai pagi tadi kelihatan sedikit bergembira. Pasalnya adalah perubahan tarif angkotyang mengalami penurunan. Penurunan tarif angkot yang selama ini diminta warga, akhirnya terkabul juga. Tadi malam, seluruh fraksi di DPRD menyetujui penurunan tarif angkot sebesar 10 persen hingga 12 persen dalam sidang paripurna bersama Pemko dan Organda. Penurunan tarif ini seiring turunnya harga BBM (bensin dan solar) yang ditetapkan pemerintah per 15 Januari, pukul 00.00 WIB.
Tarif yang disetujui tersebut dibagi atas tiga zona berdasarkan jarak tempuh. Pertama, zona I jarak 0-5 km, dari tarif lama Rp1.500 untuk masyarakat umum menjadi Rp1.300, sementara untuk pelajar dan mahasiswa, dari Rp750, menjadi Rp700.
Untuk zona II (jarak tempuh 5-10 km), ditetapkan untuk masyarakat umum dari Rp2.000 menjadi Rp1.800, sedangkan untuk mahasiswa dan pelajar dari Rp1.000 menjadi Rp900. Untuk zona III, tarif angkutan umum masyarakat turun dari Rp2.300 menjadi Rp2.000, dan untuk mahasiswa dari Rp1.150, menjadi Rp1.000.Selain itu, juga ditetapkan penambahan ongkos perkilometer. Yaitu untuk masyarakat umum Rp115/km, dan untuk mahasiswa Rp50/km. Untuk bus kota, juga diturunkan. Masyarakat umum, dari Rp1.700 menjadi Rp.1.500, dan untuk pelajar dan mahasiwa dari Rp850 menjadi Rp700.
Dalam pembahasan yang dilaksanakan di ruang sidang paripurna DPRD Kota Padang tersebut, sempat terjadi adu argumen antara mahasiswa dan Organda, dan Dinas Perhubungan (Dishub), tentang lambannya aksi pihak terkait dalam membahas penurunan tarif angkot ini. “Ketika BBM naik, tarif angkot langsung naik, tapi giliran BBM turun, kok agak mandeg pembahasannya,” ungkap Presiden BEM Universitas Andalas, Hanif. Dia juga menyangsikan penerapan tarif baru bisa optimal.
Pasalnya kenaikan tarif ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, karena sopir meminta ongkos melebihi ketetapan. Hal tersebut tak ditampik Ketua Organda Padang Muslim, karena bisa saja sopir menaikkan harga, sebab pengawasan dari Dishub sendiri sangat rendah. “Apalagi harga suku cadang tinggi, sopir juga tidak akan sembarangan meminta ongkos kok,” katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Padang Djunaidi Hendri juga menegaskan, penetapan tarif harus rasional dan riil, dengan prinsip tidak ada yang dirugikan.
“Nominal yang digunakan harus sesuai dengan uang yang beredar, sehingga tidak mempersulit masyarakat dan sopir,’ katanya. Di tempat yang sama, Kepala Dishub Kota Padang Yosefriawan menegaskan, pihaknya tak bermaksud menunda pengajuan revisi. Namun lebih kepada menunggu kepastian dari pemerintah. “Buktinya, begitu Presiden mengeluarkan keputusan, kami langsung tindak lanjuti,” tegasnya.
Soal nominal, Yosefriawan setuju dengan DPRD, yaitu menggunakan nominal pecahan yang riil dan masih ada. Yang penting, katanya, tidak ada riak di tengah masyarakat pascapenurunan tarif tersebut. Di akhir pembahasan penurunan tarif tersebut, Ketua Komisi C DPRD Kota Padang Priyanto menegaskan, DPRD siap melakukan sidak jika Dishub lamban dalam menyosialisasikannya kepada sopir dan masyarakat. “Paling lambat, Minggu depan kita akan sidak,” tandasnya.
Siapkan Stiker
Kepala Dishub Yosefriawan sudah mengancang-ancang pembuatan stiker tarif baru angkutan umum, untuk meminimalisir kenaikan tarif tak terkontrol yang selama ini rentan terjadi.
“Kalau dulu sosialisasi berupa kertas fotokopi saja, sekarang akan membuat stiker khusus,” tegasnya. Persiapan pembuatannya, lanjut Yosefriawan akan dilakukan mulai hari ini. Paling lambat, katanya, penempelan stiker dilakukan dua atau tiga hari ke depan. “Seluruh petugas akan dilibatkan untuk menempelkan stiker ini di seluruh angkutan umum, jadi bukan diberikan kepada sopir,” katanya.
Pungutan Liar
Sebagian sopir angkutan kota (angkot) mengeluhkan masih maraknya pihak yang melakukan pungutan liar (pungli) terhadap mereka. Keluhan itu disampaikan sopir ke Organda Padang. Setiap hari, sopir mengaku rata-rata Rp15 ribu untuk pungli. Muslim Tanjung membeberkan, selain biaya operasional masing-masing angkot yang mencapai Rp328.780/bulan, ternyata sopir masih harus mengeluarkan uang lebih di berbagai simpang jalan, untuk disetor oleh oknum, atau preman.
“Kami menyebutnya ‘biaya siluman’,” kata Muslim didampingi Sekretaris Organda Padang, Hasrianto. Pungli tersebut, lanjutnya, sudah lama terjadi, namun Pemko dan aparat terkait belum juga menampakkan “tangan besi” untuk menindaknya. Padahal, para sopir sangat dirugikan setiap harinya. “Sopir mencari penghasilan dari pagi hingga malam paling banyak 12 rit, dengan penghasilan maksimal Rp125 ribu,” katanya. Kalau di pungut lagi, lanjutnya, maka penghasilan sopir akan semakin minim.
Di tempat yang sama, Kepala Dishub Padang, Yosefriawan tak menampik adanya fenomena tersebut. Namun menurut Yosefriawan, setelah ditelusuri kebanyakan pungutan ternyata berdasarkan kesepakatan bersama sopir angkot. “Sopir angkot ini ada organisasinya, dan pungutan itu merupakan keputusan organisasi, jadi bagaimana menindak,” ulasnya. Tapi Yosefriawan menargetkan, jika memang ada indikasi pungli yang dilakukan kepada sopir angkot, Dishub bekerjasama dengan pihak kepolisian akan menindak tegas.