PADANG, TUGU-- Hari pertama pembukaan, Bursa Kerja Terpadu diserbu ratusan pencari kerja (Pencaker). Hampir seluruh stand yang menawarkan pekerjaan dikerumuni massa. Para Pencaker ini sudah terlihat antri sebelum pembukaan ditabuh Plt Sekdaprov Sumbar Asrul Syukur, Selasa (16/12). Sekitar 92.572 Pencaker dari 19 kabupaten/kota di Sumbar akan bertarung memperebutkan pekerjaan di bursa kerja tahap dua itu.
Dalam sambutannya, Asrul Syukur mengungkapkan, bursa kerja adalah salah satu upaya menekan pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan di Sumbar. Bursa kerja adalah fasilitator antara Pencaker dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Bagi Usaha Kecil Menengah (UKM), pameran itu bisa dijadikan landasan dan menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan.
“Kemungkinan penambahan pengangguran akan terjadi di Sumbar. Dengan terjadinya krisis global, perusahaan yang menampung pekerja tak mampu lagi berkembang dan kesulitan dalam pemasaran. Menghadapi itu, pemerintah berpikir bagaimana pengangguran tidak bertambah. Hasilnya, dipilih pameran bursa kerja ini sebagai salah satu cara menekan pengangguran,” terang Asrul Syukur.
Dalam helatan ini, panitia menyediakan 120 stand bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Dari 120 stand tersebut, 30 diantaranya adalah stand purna Tenaga Kerja Indonesia (TKI), 25 stand UKM, 15 stand perbankan, sisanya diisi 20 perusahaan. Menurut salah seorang Pencaker, Rinto Mendistra (29), bursa kerja lebih menarik baginya ketimbang lowongan jadi PNS.
“Bekerja di perusahaan atau mandiri menurut saya lebih baik daripada jadi PNS. Menjadi pekerja di sebuah perusahaan, kita akan merasakan betul apa yang kita kerjakan. Kalau di PNS, hanya akan makan gaji buta. Saya tidak mau makan gaji buta denga kerja yang tidak jelas,” kata Rinto yang mengaku lulusan Fakultas Sosial Politik di sebuah Perguruan Tinggi Swasta Kota Padang.
Belum Beri Kemudahan
Asrul Syukur berharap perbankan memberikan kemudahan bagi pengusaha kecil menengah yang ingin meminjam modal. Menurutnya, urusan berbelit yang sering diterapkan perbankan pada pelaku UKM berdampak pada anjloknya perekonomian masyarakat Sumbar yang didominasi industri kecil.
“Industri Sumbar hidup karena berkembang pesatnya UKM. Pertumbuhan UKM sangat kencang dan tebukti sebagai salah satu pilar penyokong ekonomi Sumbar. Agar semuanya tetap bejalan dengan baik, bank harus welcome terhadap pelaku UKM yang akan meminjam modal. Kalau tidak perekonomian Sumbar akan ambruk,” terang.
Ucapan itu ditingkahi senda oleh Mardi (46), pengusaha kerupuk udang yang ikut dalam acara itu. Mardi mengungkapkan, sebagian besar pelaku UKM masih merasakan susahnya berhubungan dengan bank. Bahkan, ada terbetik di hati pelaku UKM, kalau bank hanyalah lembaga keuangan yang memberikan bantuan kepada orang tertentu.
“Susah berhubungan dengan bank. Apalagi kalau menyangkut peminjaman modal untuk usaha, panjang urusanya. Terkadang prosedur yang dilalui tidak sesuai dengan kapasitas kita sebagai pelaku usaha mikro. Dalam hati ini acap kali berpikiran, kalau bank adalah lembaga keuangan yang hanya mau memberikan bantuan kepada pelaku usaha menengah ke atas, tak ada tempat untuk kami,” terang Mardi.
Namun, polemik susahnya peminjaman menurut Asrul Syukur bukan hanya disebabkan pihak bank saja. Ketidaktahuan masyarakat juga ikut andil dalam hal ini. Bagaimanapun juga, bank sebagai lembaga keuangan tentunya membutuhkan persyaratan formal dari si peminjam sebagai bahan pegangan.
“Sebetulnya polemik ini ibaratkan dua kutub yang saling berhubungan. Di satu sisi pelaku UKM berharap menerima bantuan dengan cepat, namun di sisi lainnya, bank butuh sesuatu sebagai bahan pegangan. Bisa jadi kesulitan ini terjadi karena ketidak tahuan si peminjam tentang ketentuan yang berlaku,”ulasnya. (nk)
“Kemungkinan penambahan pengangguran akan terjadi di Sumbar. Dengan terjadinya krisis global, perusahaan yang menampung pekerja tak mampu lagi berkembang dan kesulitan dalam pemasaran. Menghadapi itu, pemerintah berpikir bagaimana pengangguran tidak bertambah. Hasilnya, dipilih pameran bursa kerja ini sebagai salah satu cara menekan pengangguran,” terang Asrul Syukur.
Dalam helatan ini, panitia menyediakan 120 stand bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Dari 120 stand tersebut, 30 diantaranya adalah stand purna Tenaga Kerja Indonesia (TKI), 25 stand UKM, 15 stand perbankan, sisanya diisi 20 perusahaan. Menurut salah seorang Pencaker, Rinto Mendistra (29), bursa kerja lebih menarik baginya ketimbang lowongan jadi PNS.
“Bekerja di perusahaan atau mandiri menurut saya lebih baik daripada jadi PNS. Menjadi pekerja di sebuah perusahaan, kita akan merasakan betul apa yang kita kerjakan. Kalau di PNS, hanya akan makan gaji buta. Saya tidak mau makan gaji buta denga kerja yang tidak jelas,” kata Rinto yang mengaku lulusan Fakultas Sosial Politik di sebuah Perguruan Tinggi Swasta Kota Padang.
Belum Beri Kemudahan
Asrul Syukur berharap perbankan memberikan kemudahan bagi pengusaha kecil menengah yang ingin meminjam modal. Menurutnya, urusan berbelit yang sering diterapkan perbankan pada pelaku UKM berdampak pada anjloknya perekonomian masyarakat Sumbar yang didominasi industri kecil.
“Industri Sumbar hidup karena berkembang pesatnya UKM. Pertumbuhan UKM sangat kencang dan tebukti sebagai salah satu pilar penyokong ekonomi Sumbar. Agar semuanya tetap bejalan dengan baik, bank harus welcome terhadap pelaku UKM yang akan meminjam modal. Kalau tidak perekonomian Sumbar akan ambruk,” terang.
Ucapan itu ditingkahi senda oleh Mardi (46), pengusaha kerupuk udang yang ikut dalam acara itu. Mardi mengungkapkan, sebagian besar pelaku UKM masih merasakan susahnya berhubungan dengan bank. Bahkan, ada terbetik di hati pelaku UKM, kalau bank hanyalah lembaga keuangan yang memberikan bantuan kepada orang tertentu.
“Susah berhubungan dengan bank. Apalagi kalau menyangkut peminjaman modal untuk usaha, panjang urusanya. Terkadang prosedur yang dilalui tidak sesuai dengan kapasitas kita sebagai pelaku usaha mikro. Dalam hati ini acap kali berpikiran, kalau bank adalah lembaga keuangan yang hanya mau memberikan bantuan kepada pelaku usaha menengah ke atas, tak ada tempat untuk kami,” terang Mardi.
Namun, polemik susahnya peminjaman menurut Asrul Syukur bukan hanya disebabkan pihak bank saja. Ketidaktahuan masyarakat juga ikut andil dalam hal ini. Bagaimanapun juga, bank sebagai lembaga keuangan tentunya membutuhkan persyaratan formal dari si peminjam sebagai bahan pegangan.
“Sebetulnya polemik ini ibaratkan dua kutub yang saling berhubungan. Di satu sisi pelaku UKM berharap menerima bantuan dengan cepat, namun di sisi lainnya, bank butuh sesuatu sebagai bahan pegangan. Bisa jadi kesulitan ini terjadi karena ketidak tahuan si peminjam tentang ketentuan yang berlaku,”ulasnya. (nk)
No comments:
Post a Comment